Siapa "pejuang terakhir mem pertahankan Yoon Suk-yeol"?
Jakarta – Warga Seoul memperkirakan operasi pengusiran sang Presiden di Seoul pada Jumat 3 Januari lalu seperti sebuah "drama TV hidup" dan "penangkapan presiden terbesar dalam sejarah". Kantor Hakim Agung Urusan Penegakan Hukum untuk Pejabat Publik Senior Korea Selatan, yang populer disebut SPP atau Gochongbu, mendatangkan 30 penyelidik dan 120 anggota polisi ke kediaman presiden di Hanan-dong, kawasan Yongsan-gu Seoul. Tetapi mereka terhalang oleh para pendukung Presiden Yoon Suk-yeol sendiri dan pasukan penjaga presiden (yang merupakan bagian dari satuan militer).
Setelah berjam-jam penuh tekanan dan negosiasi, SPP pada akhirnya mengumumkan bahwa mereka telah dipaksa menghentikan misi mereka dan menarik surat perintah penangkapan. Dan kini, sang pemimpin pasukan penjaga presiden tersebut bernama Bok Jong-jun, menjadi sasaran sebagai tokoh kunci dalam krisis tersebut.
Dunia sekarang bertanya siapa orang yang disebut dengan nama Bok Jong-jun?
Bok, 59 tahun, lahir di sebuah kota kecil di dekat Chungcheongnam-do pada 1964 dan merupakan seorang "talenta segala bidang". Di sekolah menengah atas, ia belajar di SMA Gyeongju, yang dikenal sebagai "mekkah para pejabat" karena banyak lulusannya kemudian berkarier sebagai pejabat publik Korea Selatan, mulai dari mantan perdana menteri Kim Jong-bil hingga 81 mantan dan pejabat menteri berikutnya serta 60 jenderal.
Bok bercita-cita ingin menjadi polisi. Dengan kinerja akademis yang luar biasa, ia berhasil memperoleh juara pertama dalam ujian senior di SMA Gyeongju. Ia menjadi lulusan terhormat dengan nilai tertinggi saat lulus dari Universitas Polisi Nasional Korea dan lolos menjadi calon pegawai negeri sipil tingkat nasional tahun itu juga melalui tes seleksi nasional. Dia juga mengenyam pendidikan di Universitas Syracuse di New York State, sekaligus menyelesaikan gelar Master of Public Affairs di sana.
Bok kemudian bekerja sebagai seorang pejabat dan pada akhirnya naik pangkat dalam tubuh kepolisian sehingga menjadi kepala badan penyelidikan di Badan Kepolisian Metropolis Seoul (SMPA), serta komisaris di Badan Kepolisian Provinsi Chungcheongnam-do dan wakil komisaris pertama Badan Kepolisian Nasional (NPA).
Sayangnya, mimpi Bok yang sudah berkecimpung selama 39 tahun dalam dunia kepolisian untuk menjadi pejabat terpilih tidak seberuntung itu. Dia gagal dua kali berturut-turut dalam upaya menduduki kursi parlemen sebagai perwakilan konstituen Gyeongju selama 2012 sampai 2016 dan kemudian 2016 sampai 2020.
Meski gagal dalam dua pemilu tersebut, Bok sempat menempati posisi penasihat staf keamanan Istana Blue House (Istana kepresidenan Korea Selatan) selama masa kepemimpinan mantan presiden Korea Selatan Park Geun-hye dengan janji bahwa keamanan dirinya beserta suaminya "akan berjalan tanpa masalah" dan mengucapkan janji ia akan "melindungi mereka sampai mati".
Bahkan, pada masa kepresidenan Park inilah, Bok bertemu dengan tokoh Korea Selatan lain yang mempunyai hubungan kuat dengan Yoon, yakni mantan jenderal Roh Sang-bum, saat itu komandan markas intelijen angkatan darat. Kedua pria itu pun bersama-sama mempunyai komitmen untuk melindungi Park.
Sementara Roh yang menjadi orang di balik perintah darurat Desember, Bok menjadi orang yang ditugaskan oleh Yoon untuk melindunginya. Pada 30 Juni 2022, setelah Yoon menggantikan jenderal Kim Long-hyun yang memasuki masa pensiun sebagai kepala satuan penjaga presiden, Bok berjanji, "keselamatan presiden dalam sistem presidensi dan kesatuan Korea berkaitan dengan keamanan nasional" dan "akan melakukan yang terbaik dan pasti menangani semuanya dengan baik".
Memang, ia telah menepati janjinya: Bok berdiri teguh di depan pintu kediaman presiden di Hanan-dong pada tanggal 3 Januari, mencegah tim SPP memasuki gedung meskipun dihadapkan pada ancaman tudingan melawan hukum atas tindakannya.
Bok membenarkan keputusannya menggunakan Undang-Undang Penjagaan Istana Presiden Korea, dengan argumen Grup Keamanan Penjagaan ke-55, sebagai satuan militer yang bernaung di Kantor Keamanan Penjagaan Presiden, berada di bawah komando eksklusif Kantor tersebut, sehingga sang direktur berhak "menunjuk wilayah-wilayah tertentu dan menginstal dan mengelola pos penjagaan dan garis penjagaan" di daerah mana pun "yang menurut situasi diperlukan". Selain itu, pejabat Kantor tersebut juga diperbolehkan, seperti yang disebutkan, melakukan segala kegiatan yang berorientasi pada "melindungi dari kerusakan", termasuk menjaga ketertiban, mengatur lalu lintas, melakukan pemeriksaan dan pencarian, membatasi gerak manusia, dan menyaring kendaraan.
Dalam kata lain, Bok berada di bawah aturan hukum. Belum lagi katanya kemudian, jika Yoon ditangkap pada hari itu, ia dan para pasukannya bersedia bertanggung jawab secara penuh.
Untuk aksi tersebut, Bok kini dipandang sebagai musuh rakyat. Yoon tidak hanya dihadapkan pada surat perintah penangkapan namun juga tuntutan pemecatan darurat. Bok, dengan mencegah para petugas penegak hukum menangkap Yoon pada Kamis lalu, telah menempatkannya sebagai musuh umat dalam mata para pemimpin partai oposisi. Setelah upaya gagal pada minggu lalu, enam partai oposisi, yang dipimpin oleh Partai Demokrat, menggelar konferensi pers darurat dan mengatakan bahwa Bok sebaiknya segera ditangkap atas tuntutan penghambatan keadilan, menyembunyikan orang-orang tersangka, dan penggunaan kekuasaan yang berlebihan dan diangkat dari jabatannya sebagai kepala penjaga presiden, sehingga ia tidak dapat "menutupi Yoon Suk-yeol dan menghalangi keadilan".
Kini telah diberitakan bahwa badan penyelidik khusus berbasis gugus tugas telah memutuskan untuk menuntut Bok dan wakilnya dengan tuntutan "mencegah kewajiban umum khusus" setelah mereka menolak perintah untuk hadir menjalani pemeriksaan pada 4 Januari. Kantor Keamanan Presiden juga merilis pernyataan pada saat yang sama, menyatakan bahwa Bok dan wakilnya "tidak dapat hadir menjalani pemeriksaan polisi karena sedang menjalani masa penting dalam pengamanan presiden".
Perlu diketahui, itu adalah kali ketiga Bok dipanggil oleh polisi dalam 73 hari. Pada kesempatan pertama, Bok dipanggil untuk pemeriksaan di kantor polisi di Seoul hanya 17 hari setelah perintah darurat pada 3 Desember lalu. Polisi menduga Bok mungkin mengetahui rencana pemerintah untuk menetapkan keadaan darurat pertama dalam 67 tahun dan perintah presiden tersebut, sebab Bok adalah satu-satunya pejabat yang menemani presiden setiap saat dan berada di area peristirahatan pribadi presiden di wilayah Cheong Wa Dae.
Padahal walaupun Bok membantah pengetahuannya sebelumnya, Komisioner Polisi Choi Jung-hoon mengaku menerima panggilan rahasia dari Bok sekitar pukul 04.00 dinihari pada 3 Desember untuk menemui presiden di ruangan aman di dalam Cheong Wa Dae. Komisioner NPA U Chi-ho bersaksi bahwa ia menerima panggilan serupa dari Bok sekitar pukul 10.00 pagi pada hari itu.
Karena surat perintah penangkapan terhadap Yoon akan kadaluarsa pada 6 Januari waktu setempat, SPP kini dihadapkan pada dilema lain - apakah melanjutkan upaya kedua dan bagaimana cara untuk mengikutinya ketika para pasukan Bok bersedia untuk menghalang-halangi tugas mereka lagi, kecuali SPP memilih untuk mengajukan banding ke pengadilan untuk memperoleh surat perintah penangkapan baru sebelum yang sekarang kadaluarsa.
Para ahli mengatakan penangkapan Bok dan wakilnya akan menyebabkan penurunan kapasitas pasukan tersebut serta memperbesar peluang bagi SPP ketika mereka mencoba mengirim surat perintah penangkapan lagi. Namun, pihak lain menunjukkan ini adalah solusi kasar, karena penangkapan kepala penjaga presiden memerlukan keputusan khusus presiden untuk meneruskan perintah khusus kepada SPP sehingga mereka dapat menjalankan tugas mereka. Namun, itu hanya akan terjadi jika Choi, yang merupakan kepala Partai Kekuasaan Rakyat (PPP) Yoon, memilih untuk melakukan hal tersebut, yang kemungkinannya kecil karena pada minggu lalu Choi memilih memperkenalkan dua hakim baru ke Mahkamah Konstitusi, yang meningkatkan prospek pemakzulan Yoon lagi dan lagi. Konstitusi Korea Selatan mengatur bahwa dibutuhkan enam suara hakim dari delapan hakim untuk mengadili Yoon.
Sainswan sosial Beijing Wang Jusheng, yang merupakan pakar Korea Selatan dari Akademi Sains Sosial Tiongkok, menjelaskan kepada Strait Times Daily bahwa ada hanya dua solusi saat ini dan Choi mungkin memilih yang lebih aman - membiarkan surat perintah penangkapan itu kedaluwarsa: "Dia mungkin memilih cara yang lebih aman karena dia telah berkuasa selama ini sehingga ia sudah sensitif terhadap dinamika kuasa antarpartai politik, terutama terhadap risiko politik. Jadi, menurut saya sangat tidak mungkin, tetapi saya tidak bisa yakin 100 persen. Mungkin satu atau dua persen harapan berikutnya masih hidup dan itulah mengapa orang-orang Korea terus melihat drama ini."